![]() |
| (Image: Lybrate) |
Gambaran Umum:
AIDS (The Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan tahap tamat penyakit nanah yang disebabkan oleh HIV (Human Deficiency Virus) yang sanggup mengakibatkan nanah pada sistem organ tubuh termasuk otak sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh.
Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi penyakit ini. Gangguan gizi pada pasien AIDS umumnya terlihat pada penurunan berat badan. Ada dua tipe penurunan berat tubuh pada AIDS, ialah penurunan berat tubuh yang lambat dan yang cepat. penurunan berat tubuh yang cepat sering dihubungkan dengan nanah oportunistik. Penurunan berat tubuh lebih dari 20% BB sulit diperbaiki dan sering memiliki prognosa yang buruk.
Memburuknya status gizi bersifat multifaktor, terutama disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi dan metabolisme zat gizi, nanah oportunistik, serta kurangnya acara fisik. Kurangnya asupan masakan disebabkan oleh anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak nafas, diare, nanah dan penyakit syaraf yang disertai penyakit HIV/AIDS. Karena gangguan gizi memegang peranan penting dalam patogenesis penyakit HIV/AIDS, terapi diet dan konsultasi gizi memegang peranan penting dalam upaya penyembuhan.
Tujuan Umum Diet:
(1) Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek pemberian gizi pada semua tahap dini penyakit nanah HIV.
(2) Mencapai dan mempertahankan berat tubuh serta komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
(3) Memenuhi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
(4) Mendorong sikap sehat dalam menerapkan diet, olahraga, dan relaksasi.
Tujuan Khusus Diet:
(1) Mengatasi tanda-tanda diare, intoleransi laktosa, mual, dan muntah.
(2) Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pasien sanggup membedakan antara tanda-tanda anoreksia, perasaan kenyang, perubaha indra pengecap, dan kesulitan menelan.
(3) Mencapai dan mempertahankan berat tubuh normal.
(4) Mencegah penurunan berat tubuh yang berlebihan (terutama jaringan otot).
(5) Memberikan kebebasan pasien untuk menentukan masakan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
Syarat Diet:
(1) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres acara fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu 1°C.
(2) Protein tinggi, ialah 1,1-1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein diubahsuaikan kalau ada kelainan ginjal dan hati.
(3) Lemak cukup, ialah 10-25% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak diubahsuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, dipakai lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT sanggup memperbaiki fungsi kekebalan.
(4) Vitamin dan mineral tinggi, ialah 1,5 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng, dan selenium. Bila perlu, sanggup ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari lantaran sanggup menekan kekebalan tubuh.
(5) Serat cukup, gunakan serat yang gampang cerna.
(6) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan sedikit demi sedikit dengan konsistensi yang sesuai. Konsistesi cairan sanggup berupa cairan kental (thick fluid) semi kental (semi thick fluid), dan cair (thin fluid).
(7) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium, dan klorida).
(8) Bentuk masakan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat tubuh yang cepat, maka dianjurkan pemberian masakan melalui pipa atau sonde sebagai masakan utama atau masakan selingan.
(9) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
(10) Hindari masakan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.
Indikasi Pemberian:
Diet AIDS diberikan pada pasien akut sehabis terkena nanah HIV, ialah kepada pasien dengan:
(1) Infeksi HIV konkret tanpa gejala.
(2) Infeksi HIV dengan tanda-tanda (misalnya : panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
(3) Infeksi HIV dengan gangguan syaraf.
(4) Infeksi HIV dengan TBC.
(5) Infeksi HIV dengan Kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS sanggup diberikan melalui tiga cara, ialah secara oral, enteral (sonde) dan parenteral (infuse). Asupan masakan secara oral sebaiknya dievaluasis secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian masakan enteral atau parenteral sebagai tambahan atau sebagai masakan utama.
Jenis Diet:
(1) Diet AIDS I = Diet ini diberikan pada pasien nanah HIV akut, dengan tanda-tanda panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadarn menurun, atau segera sehabis pasien sanggup diberi makan. Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap tiga jam. Bila ada kesulitan menelan, masakan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi masakan cair dengan masakan sonde. Makanan sonde sanggup dibentuk sendiri atau memakai masakan enteral komersial energy dan protein tinggi. Makanan ini cukup energy, zat besi, tiamin dan vitamin C. Bila dibutuhkan lebih banyak energi sanggup ditambahkan glukosa polimer (misalnya Poyijoule).
(2) Diet AIDS II = Diet ini diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I sehabis tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap tiga jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi diberikan masakan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai masakan utama.
(3) Diet AIDS III = Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan nanah HIV tanpa gejala. Bentuk masakan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energi, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemamuan masakan melalui ekspresi terbatas dan masih tejadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian masakan sonde sebagai masakan tambahan atau sebagai masakan utama.
Bahan Makanan Dianjurkan:
(1) Sumber Karbohidrat = semua materi masakan kecuali yang mengakibatkan gas.
(2) Sumber Protein Hewani = susu, telur, daging, dan ayam tidak berlemak, ikan.
(3) Sumber Protein Nabati = tempe, tahu, dan kacang hijau.
(4) Sumber Lemak = minyak, margarin, santan, dan kelapa dalam jumlah terbatas.
(5) Sayur-sayuran = sayuran yang tidak mengakibatkan gas menyerupai labu kuning, wortel, bayam, kangkung, buncis, kacang panjang, dan tomat.
(6) Buah-buahan = pepaya, pisang, jeruk, apel, dan sebagainya.
(7) Bumbu = bumbu yang tidak merangsang menyerupai bawang merah, bawang putih, daun salam ketumbar, laos, kecap.
(8) Minuman = sirup, teh, dan kopi.
Bahan Makanan tidak Dianjurkan:
(1) Sumber Karbohidrat = materi masakan yang mengakibatkan gas menyerupai ubi jalar.
(2) Sumber Protein Hewani = daging dan ayam berlemak, kulit ayam.
(3) Sumber Protein Nabati = kacang merah.
(4) Sumber Lemak = semua masakan yang mengandung lemak tinggi (digoreng, bersantan kental).
(5) Sayur-sayuran = sayuran yang mengakibatkan gas menyerupai kol, sawi, dan ketimun.
(6) Buah-buahan = buah-buahan yang mengakibatkan gas, menyerupai nangka dan durian.
(7) Bumbu = bumbu yang merangsang menyerupai cabe, lada, asam, cuka, dan jahe.
(8) Minuman = minuman bersoda dan mengandung alkohol.
Referensi:
Almatsier, S. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
AIDS (The Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan tahap tamat penyakit nanah yang disebabkan oleh HIV (Human Deficiency Virus) yang sanggup mengakibatkan nanah pada sistem organ tubuh termasuk otak sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh.
Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi penyakit ini. Gangguan gizi pada pasien AIDS umumnya terlihat pada penurunan berat badan. Ada dua tipe penurunan berat tubuh pada AIDS, ialah penurunan berat tubuh yang lambat dan yang cepat. penurunan berat tubuh yang cepat sering dihubungkan dengan nanah oportunistik. Penurunan berat tubuh lebih dari 20% BB sulit diperbaiki dan sering memiliki prognosa yang buruk.
Memburuknya status gizi bersifat multifaktor, terutama disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi dan metabolisme zat gizi, nanah oportunistik, serta kurangnya acara fisik. Kurangnya asupan masakan disebabkan oleh anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak nafas, diare, nanah dan penyakit syaraf yang disertai penyakit HIV/AIDS. Karena gangguan gizi memegang peranan penting dalam patogenesis penyakit HIV/AIDS, terapi diet dan konsultasi gizi memegang peranan penting dalam upaya penyembuhan.
Tujuan Umum Diet:
(1) Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek pemberian gizi pada semua tahap dini penyakit nanah HIV.
(2) Mencapai dan mempertahankan berat tubuh serta komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
(3) Memenuhi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
(4) Mendorong sikap sehat dalam menerapkan diet, olahraga, dan relaksasi.
Tujuan Khusus Diet:
(1) Mengatasi tanda-tanda diare, intoleransi laktosa, mual, dan muntah.
(2) Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pasien sanggup membedakan antara tanda-tanda anoreksia, perasaan kenyang, perubaha indra pengecap, dan kesulitan menelan.
(3) Mencapai dan mempertahankan berat tubuh normal.
(4) Mencegah penurunan berat tubuh yang berlebihan (terutama jaringan otot).
(5) Memberikan kebebasan pasien untuk menentukan masakan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
Syarat Diet:
(1) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres acara fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu 1°C.
(2) Protein tinggi, ialah 1,1-1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein diubahsuaikan kalau ada kelainan ginjal dan hati.
(3) Lemak cukup, ialah 10-25% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak diubahsuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, dipakai lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT sanggup memperbaiki fungsi kekebalan.
(4) Vitamin dan mineral tinggi, ialah 1,5 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng, dan selenium. Bila perlu, sanggup ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari lantaran sanggup menekan kekebalan tubuh.
(5) Serat cukup, gunakan serat yang gampang cerna.
(6) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan sedikit demi sedikit dengan konsistensi yang sesuai. Konsistesi cairan sanggup berupa cairan kental (thick fluid) semi kental (semi thick fluid), dan cair (thin fluid).
(7) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium, dan klorida).
(8) Bentuk masakan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat tubuh yang cepat, maka dianjurkan pemberian masakan melalui pipa atau sonde sebagai masakan utama atau masakan selingan.
(9) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
(10) Hindari masakan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.
Indikasi Pemberian:
Diet AIDS diberikan pada pasien akut sehabis terkena nanah HIV, ialah kepada pasien dengan:
(1) Infeksi HIV konkret tanpa gejala.
(2) Infeksi HIV dengan tanda-tanda (misalnya : panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
(3) Infeksi HIV dengan gangguan syaraf.
(4) Infeksi HIV dengan TBC.
(5) Infeksi HIV dengan Kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS sanggup diberikan melalui tiga cara, ialah secara oral, enteral (sonde) dan parenteral (infuse). Asupan masakan secara oral sebaiknya dievaluasis secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian masakan enteral atau parenteral sebagai tambahan atau sebagai masakan utama.
Jenis Diet:
(1) Diet AIDS I = Diet ini diberikan pada pasien nanah HIV akut, dengan tanda-tanda panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadarn menurun, atau segera sehabis pasien sanggup diberi makan. Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap tiga jam. Bila ada kesulitan menelan, masakan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi masakan cair dengan masakan sonde. Makanan sonde sanggup dibentuk sendiri atau memakai masakan enteral komersial energy dan protein tinggi. Makanan ini cukup energy, zat besi, tiamin dan vitamin C. Bila dibutuhkan lebih banyak energi sanggup ditambahkan glukosa polimer (misalnya Poyijoule).
(2) Diet AIDS II = Diet ini diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I sehabis tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap tiga jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi diberikan masakan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai masakan utama.
(3) Diet AIDS III = Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan nanah HIV tanpa gejala. Bentuk masakan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energi, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemamuan masakan melalui ekspresi terbatas dan masih tejadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian masakan sonde sebagai masakan tambahan atau sebagai masakan utama.
Bahan Makanan Dianjurkan:
(1) Sumber Karbohidrat = semua materi masakan kecuali yang mengakibatkan gas.
(2) Sumber Protein Hewani = susu, telur, daging, dan ayam tidak berlemak, ikan.
(3) Sumber Protein Nabati = tempe, tahu, dan kacang hijau.
(4) Sumber Lemak = minyak, margarin, santan, dan kelapa dalam jumlah terbatas.
(5) Sayur-sayuran = sayuran yang tidak mengakibatkan gas menyerupai labu kuning, wortel, bayam, kangkung, buncis, kacang panjang, dan tomat.
(6) Buah-buahan = pepaya, pisang, jeruk, apel, dan sebagainya.
(7) Bumbu = bumbu yang tidak merangsang menyerupai bawang merah, bawang putih, daun salam ketumbar, laos, kecap.
(8) Minuman = sirup, teh, dan kopi.
Bahan Makanan tidak Dianjurkan:
(1) Sumber Karbohidrat = materi masakan yang mengakibatkan gas menyerupai ubi jalar.
(2) Sumber Protein Hewani = daging dan ayam berlemak, kulit ayam.
(3) Sumber Protein Nabati = kacang merah.
(4) Sumber Lemak = semua masakan yang mengandung lemak tinggi (digoreng, bersantan kental).
(5) Sayur-sayuran = sayuran yang mengakibatkan gas menyerupai kol, sawi, dan ketimun.
(6) Buah-buahan = buah-buahan yang mengakibatkan gas, menyerupai nangka dan durian.
(7) Bumbu = bumbu yang merangsang menyerupai cabe, lada, asam, cuka, dan jahe.
(8) Minuman = minuman bersoda dan mengandung alkohol.
Referensi:
Almatsier, S. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

0 Response to "Diet Penyakit Hiv/Aids"
Posting Komentar