Penyakit merupakan manifestasi adanya defek atau kerusakan molekuler-struktural dalam sel, yang berkaitan erat dengan komposisi matriks ekstraseluler di mana sel berbeda. Tiap jaringan-organ badan menampilkan spesifikasi masing-masing atau kadang saling terkait dalam bentuk susunan / sistem, yang dalam keadaan normal memiliki baik keseimbangan maupun koordinasi dalm mempertahankan keadaan fungsi normalnya. Gabungan atau kebersamaan yang menetap dalam keadaan normal ini, disebut homeostasis ( yunani : homeo = homoeo = homodo = homoios = selalu sama, tidak berubah).
FUNGSI SEL
Populasi sel organ badan yang berdiferensiasi menjadi unsur penting yang disebut parenkim dan yang bersifat sebagai penyangga (kerangka) disebut stroma. Bila dipandang fungsi sel secara umum, sel digolongkan menjadi 4 golongan besar, yaitu :
1. Sel epitel, memiliki ikatan erat antar sel yang tidak sanggup dilalui cairan, terdapat diseluruh permukaan luar badan dan sebagian besar permukaan serpihan dalam badan berupa lembaran sel yang bekerjasama membentuk membran epitel. Sebagian sel epitel bersekresi ke arah permukaan secara pribadi (mukosa), sebagian melalui sistem duktus (eksokrin), atau pribadi ke darah (endokrin).
2. Sel jaringan penghubung, yang pada umumnya sanggup memproduksi sejumlah zat substansi matriks ekstraseluler. Bersifat protein unsur utama banyak sekali tipe kolagen dan struktur protein lain yang bersifat fibronektin, laminin, vitronektin. Sel jaringan bertugas menopang membrana basalis, bersama zat produk sel golongan lain. Sel prekursor jaringan penghubung yakni fibroblas, yang sanggup berdiferensiasi menjadi sel mesenkim jenis lain menyerupai sel lemak, sel otot polos, sel tulang dan sel tulang rawan, bahkan sanggup berkemampuan lebih spealistik. Dalam hal ini sel fibroblas berdiferensiasi menjadi sel osteoblas, osteosit, kondroblas dan kondrosit. Sel fibroblas bersifat pluripoten. Sel darah terdiri dari eritrosit, monosit, netrofil, basofil, eosinofil, platelet, yang berasal dari sel jaringan penghubung yang berada dalam jaringan mieloid sumsum tulang.
3. Sel jaringan otot, spesialisasi gerak kontraktil, walau penampilan sel jaringan ini sangat berbeda. Dekenal 4 kategori yaitu: otot skelet (kerangka tubuh), bercorak atau lurik sehingga sering disebut otot seran lintang, Otot jantung, otot polos (berasal dari fibroblas), mio-epitel (berasal dari ektoderm).
4. Sel jaringan saraf, dibagi atas 4 golongan berdasar iritabilitas dan kapasitas menghantar impuls elektrik, sel jaringan saraf tersebar di seluruh tubuh, menyusun jaringan konduksi impuls perifer-pusat dan sebaliknya. Susunan saraf pusat, sel saraf (neuron) memiliki spesifikasi dan aktifitas metabolisme kompleks, sehinga sangat peka atas jejas, tanpa kemampuan proliferasi (sel permanen), ditopang oleh neuroglia. Jumlah sel pelindung berkisar 10-50 kali jumlah neuron.
JEJAS SEL
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi sanggup menyesuaikan diri terhadap rangsangan. Hal ini sanggup terjadi kalau rangsangan tersebut terlalu usang atau terlalu berat. Sel sanggup pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut sanggup mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Dengan adanya perbedaan spesifikasi, fungsi dan susunan jaringan / populasi banyak sekali sel tubuh, sanggup dimengerti adanya perbedaan reaksi terhadap jejas. Dari aspek jejas ada variabel diantaranya jenis, intensitas, periode.
Semua bentuk dimulai dengan perubahan molekul atau struktur sel. Dalam keadaan normal,sel berada dalam keadaan homeostasis mantap .sel bereaksi terhadap efek yang merugikan denga cara : Beradaptasi, mempertahankan jejas tidak menetap, mengalami jejas menetap dan mati.
Adaptasi sel terjadi kalau stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik mengakibatkan terjadinya keadaan gres yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah Hipertropi (pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),jejas sel yang reversible menyatakan perubahan yang patologik yang sanggup kembali ,bila rangsangannya dihilangkan atau kalau penyebab jajes lemah .jejas yang ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan mengakibatkan kematian.
Terdapat dua pola morfolgik selesai hidup sel yaitu nekrosis dan apoptosis .nekrosis yakni bentuk yang lebih umum sesudah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan, denaturasi dan koagulasi protein,pecahnya organel sel dan robeknya sel.aptosis datandai oleh pemadatan kromatin dan pemadatan kromatin dan fragmentasi terjadi sendiri atau dalam kelompok kecil sel,dan berakibat dihilanhkannya sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan dalam bebagai keadaan fisiologik dan fatologik.
PENYEBAB JEJAS SEL
1. Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat
a. iskemia (kehilangan pasokan darah)
b. oksigenasi tidak mencukupi (misalnya kegagalan jantung paru)
c. hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya anemia,keracunan,karbon monoksida)
2. Faktor fisika,termasuk trauma,trauma,panas,dingin,radiasi dan renjatan listrik
3. Bahan kimia dan obat – oabatan termasuk
a. Obat terapetik (misalnya,asetaminofen(Tylenol))
b. bahan bukan obat (misalnya timbale alcohol)
4. Bahan penginfeksi termasuk virus,ricketsia,bakteri jamur dan parasit.
5. Reaksi imunologik
6. kekacauan genetic
7. ketidak seimbangan niutrisi
Dari aspek jejas ada variabel diantaranya jenis, intensitas, periode. Jejas endogen sanggup bersifat defek genetik, faktor imun, produksi hormonal tidak adekuat, hasil metabolisme yang tidak sempurna, proses menjadi bau tanah (aging). Sedangkan jejas oksigen sanggup berbentuk biro kimiawi menyerupai zat kimiawi, obat-obatan (intoksikasi / hipersensitifitas), biro fisik contohnya trauma, ionisasi radiasi, listrik, suhu, dan lain-lain. Agen biologik pada infeksi mikroorganisme, virus, parasit, dan lain-lain.
Jejas seluler paling sering ditemukan dalam dunia kesehatan sehari-hari yang ditemukan sebagai akhir keadaan hipoksik atau anoksik, yang sanggup disebabkan oleh banyak hal contohnya pada kondisi penderita dengan penyakit traktus respiratorius, penyakit jantung, anemi, keadaan iskemik lantaran terjadi penyempitan atau penutupan pembuluh darah oleh proses arteriosklerosis, trombus, embolus, radang (penyakit Winiwarter-Buerger), atau adanya pemfokusan dari luar.
1. Jejas Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas yakni molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang beriyeraksi dengan protei, lemak dan karbohidrat dan terlibat dalam jejas sel yang disebabkan oleh bermacam kejadian kimiawi dan biologic. Terjadinya radikal bebas dimulai dari :
a. Absorpsi energi sinar (cahaya UV, sinar X)
b. Reaksi oksidatif metabolic
c. Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat (CC14 manjadi CC13)
2. Jejas kimiawi
Zat kimia mengakibatkan jejas sel melalui dua mekanisme, yaitu :
a. Secara pribadi contohnya Hg dari merkuri klorida trikat pada grup SH protein membrane sel menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibisi transport yang bergantung kepada ATPase.
b. Melalui konversi kemetabolik toksik reaktif .sebaliknya metabolit toksik mengakibatkan jejas sel baik melalui melaui ikatan kovalen pribadi kepada prtein membrane danb lemak atau lebih umum memlalui pembentukan radikal bebas reaktif menyerupai yang diuraikan sebelumnya contohnya karbon tetra-klorida, yang digunakan luas pada industri binatu.
REAKSI SEL TERHADAP JEJAS
Reaksi sel terhadap jejas sanggup berakibat berbeda, berdasar perbedaan intensitas dan periode jejas, sanggup disimpulkan dalam sketsa berikut, tanpa variabel jenis sel / jaringan.
Adaptasi = penyesuain terhadap lingkungannya
Reversibel = sanggup mengalami serangkaian perubahan dua arah
Ireversibel = tidak sanggup dikembalikan seprti keadaan semula
Apabila timbul jejas pada masa mudigah, sesuai intensitas dan periode jejas berlangsung, serta tahapan embriogenesissomatogenesis mudigah, sanggup terjadi kegagalan secara total kalau tahap blastemamorula mengalami jejas letal seluler. Bila jejas subletal-letal terjadi kalau pada tahapan somatogenesis-organogenesis bayi lahir dengan kelainan kongenital yang sanggup bersifat tunggal / multipel, unilateral atau bilateral.
Bentuk kelaianan konginetal sanggup agenesis organ atau somatik, lantaran tidak ada analge (kancup embriogenesis organ tidak terbentuk), aplasi, kalau anlage ada, tetapi tidak tumbuh (rudimenter) sehingga tidak sanggup dikenal pada pencitraan secara radiologik organ badan viseral. Bentuk organ badan rudimenter tidak berfungsi, tidak berguna, hipoplasi, analge ada, tetapi dalam pertumbuhan tidak pernah mencapai ukuran normal.
Bila kelaianan menyerupai diuraikan diatas terjadi hanya pada salah satu organ yang berpasangan organ yang survive akan membesar, dan berusaha mengambil alih fungsi organ yang menderita kelainan, maka akan timbul kompensasi fungsional. Keadaan ini disebut sebagai hipertrofi kompensatorik.
Bentuk reaksi sel jaringan organ / sistem badan terhadap jejas, bergantung pada banyak faktor menyerupai telah disinggung dalam introduksi. Dari aspek perubahan fungsi dan atau struktur sel, sebagai berikut : retrogresif, kalau terjadi proses kemunduran (degenerasi / kembali ke arah yang kurang kompleks), progresif (berkelanjutan, berjalan terus menuju keadaan lebih jelek untuk penyakit), penyesuaian (penyesuaian) diantaranya atrofi, hipertrofi, hiperplasi, metaplasi.
1. Mekanisme Umum
Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel : pemeliharaan integritas membrane sel, respirasi aerobik dan produksi ATP, sintesis enzim dan protein berstruktur, preservasi integritas pegawanegeri genetic.
Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada ketika kulkus membawa imbas sekunder yang luas .konsekuensi jejas sel bergantungan kepada jenis usang dan kerasnya gen penyabab dan juga kepada jenis,status dan kemampuan penyesuaian sel yang terkena. Perubahan marfologi jejas sel menjadi nyata setlah berperan system biokimia yang penting terganggu. Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan selesai hidup sel :
a. Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keaadan patologik dan mengakibatkan imbas yang merusak pada struktur dan fungsi sel.
b. Hilangnya Homeotasis kalsium dan meningkatnya kalsium intra sel. Iskemi dan toksin tertentu mengakibatkan masuknya ion kalium kedalam sel dan lepasnya ion kalsium dari mitokondria dan reticulum endoplasmic.peningkatan kalsium sistolik mengaktifkan fosfolifase yang memecah fosfolifid membrane protease yang menguraikan protein membran dan sitoskeletal, ATPase yangmempercepat penguraian ATP dan endonukleas yang terkaitdengan fragmentasi kromatin.
c. Deplesi ATP lantaran diharapkan untuk proses yang penting menyerupai transportasi pada membran, sintesis protein dan pertukaran fosfolifid.
d. Defek permeabilitas membrane.membran sanggup dirusak pribadi oleh toksin biro fisik dan kimia, komponen pelengkap litik dan perforin atau secara tidak pribadi menyerupai yang diuraikan pada kejadian sebelumnya.
2. Macam-Macam Adaptasi Sel
Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :
a. Atrofi = Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi sanggup terjadi akhir sel atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga sanggup timbul sebagai akhir penurunan rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan.
b. Hipertrofi = Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu :
1. Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akhir dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat.
2. Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit
3. Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih kiprah sel lain yang telah mati.
c. Hiperplasia = Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akhir peningkatan mitosis. Hiperplasia sanggup terbagi 3 jenis utama yaitu :
1. Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium folikuler pada siklus mentruasi.
2. Hiperplasia patologis sanggup terjadi akhir kerangsangan hormon yang berlebihan.
3. Hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami penurunan.
d. Metaplasia = Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia terjadi sebagai respon terhadap cidera atau iritasi continue yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.
e. Displasia = Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang mengakibatkan lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan kronik.
ISKEMI DAN HIPOKSI
Iskemi (yunani: ischein = menekan, haima = darah): defisiensi darah pada suatu bagian, akhir konstiksi fungsional atau obstruksi positif pembuluh darah.
Etiologi : pada kontsruksi (mengerut=striktur) fungsional pembuluh darah, tidak ada kelinan dinding pembuluh. Konstriksi fungsional sanggup disebabkan neurogen dan biasanya bekerjasama dengan sistem persyarafan otonom; stimuli sanggup bersifat psikis atau rangsang perantara vasokontriksi lokat akhir adanya kerusakan jaringan lokat dan atau sistemik kalau perantara vasokontriksi beredar dalam darah. Obstruksi (sumbmbatan) positif pembuluh darah sanggup disebabkan oleh banyak hal, baik yang bersifat lokal maupun yang tiba bersama fatwa darah berupa zat komponen darah atau benda asing (trombosit, embolus, trombo-embolus; akan dibahas dalam serpihan lain)
Akibat : jejas sel, menurut beratnya defisiensi pendarahan yang ditimbulkannya, sanggup refersibel (degenerasi) atau ireversibel (nekrosus). Proses intraseluler telah ditampilkan dalam sketsa umum. Dampak senmtral yang tampak yakni gangguan toksidasi fosforirasi mitokondria sehingga timbul penurunan ATP (adenosin trifosfat), yang berdampak luas atas aktifitas sel, menyerupai : gangguan pompa NA+, Glokolisis Anaerob meningkat diikuti penurunan glikogen sebagai konsekuensi upaya menetralisir penurunan ATP diserati penurunan pH intraseluler yang berdampak agregasi (penggumpalan) partikel romatin inti; retikulum endoplasma bergranula akan melepaskan ikatan ribosom dan polisommenjadi monosom. Penurunan pompa Na+ (influks), sesuai prosedur transfor aktif pompa Na+ K+yang melibatkan enzim Atpase yang terikat pada membran sel, dalam kedaan normal akan mempertahankan kadar K+ intrasel tinggi dan kadar Na+ intrasel rendah. Kadar K+ intarasel yang tinggi menjaga homeostatis dan bebrbagai proses penting, menyerupai biosintesis protein, aktifitas enzim tertentu, dll. Pom pa Na+ yang menurun mengakibatkan penyeluaran K ke medium ekstraseluler, sehingga aktifitas Atpase meningkat, disertai peningkatan kadar Na+ intrasel vs penurunan K intrasel, diikuti pemasukan air isoosmotik; sel jadi bengkak, dan terjadi dilatasi retikulum endoplasma. Pembengkakan sel dalam proses ini sanggup disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intrasel akhir berlangsungnya proses katabolisme intrasel. Sehingga terbentuk ion anorganik senyawa fosfat, laktat, nukleosida purine. Koreksi iskemik hingga dengan tahap ini, jejas reversibel.
Hipoksi yakni penurunan pemasukan oksigen ke jaringan dibawah kadar fisiologi, walaupun perfusi jaringan oleh darah memadai. Keadaan ini terjadi pada defek transfor oksigen dalam peredaran darah, contohnya pada anemi lantaran hemoglobin darah total menurun atau kondisi hemoglobin yang tidak normalaktivitas sumsum tulang dalam batas normal (hipoksiameni); atau pada keracunan sianida, sehingga kempuan utilasi oksigen jaringan terganggu (hipoksi histotoksi); sanggup pula terjadi pada keadaan berkurangnya oksigen yang mencapai darah, yang terjadi lantaran ada penurunan barometrik pada ketinggian yang tinggi (hipoksi hipoksik); dan pada kegagalan tranportasi oksigen yang gotong royong telah tepat terikat dalam darah. Tetapi tidak terpompa baik dalam sirkulasi darah tanpa kelainan pembuluh darah, menyerupai terjadi pada payah/gagal jantung. Dampak seluler hipoksik dan iskemik serupa, selalu ada perbedaan latar belakang proses awal, tanpa fariabel akhir lain yang spesifik atas penderita pada tiap penyebab hipoksik.
JENIS JEJAS SEL
1. Jejas Reversibel
Mula-mula hipoksia mengakibatkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pemberntukan ATP oleh mitokondria.penurunan ATP (dan peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase danm fosforilasi, mengakibatkan glikolisis aerobik. Glikogen cepat menyusut dan asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk, sehingga menurunkan PH intrasel pada ketika ini terjadi pengumpalan kromatin inti. Manifestasi awal dan umum pada jejas hipoksik non letal ialah pembengkakan sel akut ini disebabkan oleh :
a. Kegagalan transfortasi aktif dalam mrmbran dari pada ion Na, ion K-ATPase yang sensitive oubain menimbulkan natrium masuk kedalam sel ,kalium keluar dari dalam sel dan bertambahnya air secara isokomik.
b. Peningkatan beban osmotik intrasel lantaran penumpukan fosfat dan laktat anorganik serata nukleosida purin.
2. Jejas ireversibel
Jejas ireversibel ditandai ole vakuolisasi keras mitondria kerusakan membrane plasma yang luas ,pembengkakan lisosom oleh bocornya enzim kedalam sitoplasma dan lantaran aktivasi pencernaan enzimatik komponen sel dan inti. Ada dua kejadian yang penting pada jeja ireversibel :deplesi ATP dan kerusakan mebran sel.
a. Deplesi ATP kejadian awal pada jejas sel yang berperan pada konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan structural dan juga pada keruksaan membran walaupun demikian masih menjadi pertanyaan apakah hal ini yakni sebagai akhir atau ireversibelitas.
b. Kerusakan membran sel fase paling awal terang ireversibel bekerjasama dengan defek membran sel fungsional dan structural.beberapa prosedur mungkin berperan pada kerusakan membranedemekian.
c. Kehilangan fosfolifid yang progresif disebabkan oleh : Aktifitas fosfolifid membrane oleh peningkatan kalsium sistolik dissul oleh degradasi fosfolifid dan hilanhnya fosfolifid atau penurunan reasilasi dan sintesis fosfolifid munhkin bekerjasama dengan hilannya ATP.
d. Abnormalitas sitoskeletal .Aktivasi protease intrasel didahului oleh peningkatan kalsium sistolik sanggup mengakibatkan pecahnya elemen sitoskeletal intermediate menyebakan mebran sel rentan terhadap tarikan dan robekan terutama dengan adanya pembengkakan sel.
e. Spesies oksigen reaktif. Hal ini terjadi pada jejas reperfusi yang terjadi sesudah pemulian fatwa darah keorang yang iskemik .spesies oksigen yang toksik kebanyakan terbentuk dari leukosit polimorfonukleaus yangv berinfiltrasi.
f. Produk pemecahan lipid, asam lemak bebas dan lisfosfolifid dan pribadi bersifat toksik terhadap membrane.
g. Hilangnya asam amino intrasel menyerupai glisin dan L-alanin yang penyebabnya belum diketahuai. Hilangnya integritas membrane mengakibatkan influx massif kalsium dari ruang ekstrasel,berakibat disfungsi mitokondria,inhibisi enzim sel denaturasi protein dan perubahan sitoglogik yang karakteristik bagi nekrosis koagulatif .
Keadaan iskemik dan hipoksi berkelanjutan, atau menjadi bertambah berat akan memperburuk reaksi intrasel lantaran akan disertai proses kerusakan membran sel dan/ atau intisel, sehingga perbaikan situasi tidak akan bermanfaat lagi. Atas kehidupan sel yang terkena jejas. Jejas reversibel berkembang menjadi ireversibel. Kerusakan membran sel sanggup terjadi akhir :
1. Kekurangan/habisnya ATP sel.
2. Fosfolipid membran hilang (sintesis turun, degradasi naik)
3. Terbentuknya partikel lipid (asam lemak bebas, lisofosfolipid)
4. Spesimen oksigen toksik
5. Perubahan sitoskelet
6. Pecahnya lisosom.
Membran sel niormal terdiri atas susunan mosaik lipid protein, senyawa biomolekuler fosfolipid dan globul-globul protein tertancap dalam dua lapisan lipid. Bila membran sel masih intakt (utuh, tanpa cacat), merupakan hal yang penting dalam menjaga permeabilitas dan volume sel normal, regulasi volume, peningkatan permeabilitas atas molekul-molekul ekstrasel, contohnya inulin. Bila secara ultrastruktur ditemukan defek membran plasma keadaan ini merukpakan tahap awal jejas sel ireversibel. Hasil selesai kerusakan membran plasma akan menimbulkan kalsium (Ca++). Influks, dari ekstraseluler yang berkonsentrasi tinggi (10ˉ³M). Jaringan iskemik masif akan mengalami reperfusimasif Ca++, dan sesudah reoksigenisasi dengan cepat ditarik kearah mitokondria-menetap-meracuninya, menghambat enzim sel, mengubah bentuk protein intrasel secara denaturasi, sehingga tidak sanggup berfungsi lagi secara biomolekulr. Kematian sel bersifat khas, disebut nekrosis koagulatif=infrak.
KEMATIAN SEL
Akibat jejas yang paling ekstrim yakni selesai hidup sel (cellular death). Kematian sel sanggup mengenai seluruh badan (somatic death) atau selesai hidup umum dan sanggup pula setempat, terbatas mengenai suatu tempat jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama selesai hidup sel, yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) yakni selesai hidup sel terprogram (programmed cell death), yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati yakni sebagai respons dari bermacam-macam stimulus dan selama apoptosis selesai hidup sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang teratur.
1. Apoptosis = Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang mengakibatkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu prosedur yang sanggup mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis mencakup isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali mengakibatkan apoptosis, yang pada kesudahannya akan mengakibatkan selesai hidup virus dan sel pejamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut : Sel mengkerut, Kondesasi kromatin, Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies, Fagositosis oleh sel di sekitarnya.
2. Nekrosis = Adalah selesai hidup sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan lantaran stimulus yang bersifat patologis. Faktor yang sering mengakibatkan selesai hidup sel nekrotik yakni hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran hingga pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang mengakibatkan cedera lebih lanjut dan selesai hidup sel sekitar. Nekrosis sel sanggup menyebar di seluruh badan tanpa menimbulkan selesai hidup pada individu. Istilah nekrobiosis digunakan untuk selesai hidup yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-menerus. Nekrobiosis contohnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum. Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu :
a. Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abse.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel mengakibatkan denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Kematian sel mengakibatkan kekacauan struktur yang parah dan kesudahannya organa sitoplasma hilang lantaran dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis).
3. Akibat Kematian Sel = Kematian sel sanggup menimbulkan gangren. Gangren sanggup diartikan sebagai selesai hidup sel dalam jumlah besar. Gangren sanggup diklasifikasikan sebagai kering dan basah. Gangren kering sering dijumpai diektremitas, umumnya terjadi akhir hipoksia berkepanjangan. Gangren lembap yakni suatu area selesai hidup jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan di organ dalam dan berkaitan dengan infasi basil kedalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini menimbulkan wangi yang berpengaruh dan biasanya disertai oleh manivestasi sistemik. Gangren lembap sanggup timbul dari gangren kering. Gangren ren gas yakni jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis basil anaerob yang disebut clostridium. Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akhir dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh basil yang membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini sanggup mematikan.
PENUAAN SELULER
Dengan bertambahnya usia terjadi perubahan fisiologik dan strukturalpada hamper semua organ penuaan terjadi lantaran factor genetik diet keadaan social dan adanya penyakit yang bekerjasama dengan ketuaan menyerupai arteriosklerosis diabetes dan arthritis.selain itu perubahan sel dirangsang oleh usia yang mmenggamberkan akumulasi progresif dari jejas subletal atau selesai hidup sel selama bertahun – tahun diperkirakan merupakan komponen penting dalam penuaan. Perubahan fungsional dan morflogi yang terjadi pada sel yang menua yakni :
1. Penurunan fasforilasi oksidatif pada mitokondria.
2. Berkurangnya sintesis dna dan rna untuk protein dan reseptor sel structural enzimatik.
3. Menurunnya kemampuan ambilan mkanan dan perbaikan kerusakan kromosom.
4. Nukleos berlobus tidak teratur dan abnormal.
5. Mitokondria pleomofpig, reticulum endoplasma menurun dan jisimgolgi berubah bentuk.
6. Akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.
Terjadinya penuaan sel belum jelas, tetapi mungkin bersifat multi factor ini melibatkan. Program molekuler dari pada penuaan sel dan penagruh eksogen berkesnambungan yang menuju pada penurunan kemampuan untuk hidup.
Adanya penuaan sel sanggup diduga dari penelitian in vitro yang menandakan bahwa fibroblast diploid insan normal dalam biaan memiliki masa hidup tertentu dan populassi berlipat ganda yang terbatas yang bergantung pada usia. Penyebab penuaan replikatif semacaminimungkin disebabkan oleh aktifasi gen spesifik penuan gen pengatur pertumbuhan berubah atau hilang, induksi inhibitor pertumbuhan pada sel menua dan prosedur lain. Salah satu hipotesis defek gen ini yakni adanya telemetric sehortening kromosom yang terjadi dengan bertambahnya usia, mengakibatkan hilangnya DNA dari ujung telometrik kromosom, sehingga terjadi gen esensial dan mengakibatkan berkurngnya masa hidup. Mekanisme potensial defek wear and tear eksogen mencakup :
1. Kerusakan radikal bebas lantaran pemaparan berulang terhadap materi eksogen dari lingkungan atau pengurangan progesif prosedur pertahanan anti oksidan (vit E) radikal bebas mengakibatkan akumulasi lipofusin kerusakan asam nuklet, mutasi DNA mitokondria dan perubahan oksidatif nukeat, mutasi DNA mitokondria, dan perubahan oksidatif enzim sehingga sanggup didegradasi oleh protease selanjutnya mempengaruhi fungsi sel.
2. Glikosilasi protein non enzimatik yang menuntun pada terbentuknya glikosilasi lanjut produk akhir, sehingga terjadi hubungan silang dengan protein didekatnya dan sejumlah imbas biokimia yang potensial merusak.
3. Perubahan induksi protein renjatan panas. Respon renjatan panas merupakan prosedur pertahanan yang pentingterhadap stress dan kehilangannya bertambahnya usia mungkin menurunkan kemampuan sel untuk hidup.
0 Response to "Jejas Sel Dan Adapasi Sel"
Posting Komentar